Malam itu hujan mengguyur kota yang sangat asing bagiku. Aku keluar dari sebuah toko, berniat untuk membeli makanan di dekat situ, karena perutku yang tidak mau kompromi mengingat belum ada makanan yang masuk sejak tadi pagi. Sampai di beranda toko, aku terpaku sejenak. Aku melihat seorang pemuda tampan yang tegak berdiri di seberang jalan, di atas trotoar di depan sebuah penginapan. Memori otakku pun berputar, seperti kepingan puzzle yang mulai terbentuk dan terbaca. Aku ingat ! Uray, orang yang sangat berarti bagiku sedang sakit. Sudah beberapa hari ini aku berniat untuk menjenguknya, berharap agar sakitnya akan berkurang. Tapi kenapa dia ada di sini ? Mobil-mobil dan beberapa kendaraan lain pun tetap menghiasi jalan yang agak lengang karena hujan. Sekelebat aku bisa melihatnya melambaikan tangan kepadaku sambil mengucapkan beberapa kata yang tidak begitu jelas kutangkap. Sepertinya dia memanggil namaku. Namun aku hanya tersenyum dan kujawab dengan kode yang dibentuk dengan jari dan tanganku. Aku harap dia paham dan mau menungguku di sana.
Aku lalu membeli dua buah cake dengan siraman coklat panas. Hmm...pasti enak sekali. Ketika pelayan menyiramkan coklat panas di dalamnya, aku membayangkan makan bersamanya nanti, berbagi cerita, dengan senyumnya yang membuat suasana menjadi semakin hangat di tengah dinginnya hujan yang menusuk. Seulas senyum tanpa kusadari terbentuk. Setelah membayar, aku langsung berlari. Semoga saja dia mengerti. Lagi-lagi aku berharap. Aku akan menjelaskan semuanya. Pikiranku pun berkecamuk. Kenapa akhir-akhir ini dia banyak berubah. Sikapnya, ahh.. membuatku semakin khawatir. Pasalnya, dia belum pernah marah padaku hanya karena hal-hal sepele. Pasti kali ini ada masalah besar, sehingga membuatnya kesal dan tak sabar. Anehnya, aku tidak begitu menyadarinya. mungkin aku terlalu egois. Akhirnya aku menghentikan langkahku, akupun tersenyum kecut, pahit rasanya begitu melihat dia tak lagi berdiri di sana. Tubunhku lunglai, tak bertenaga, sia-sia. lelaki berpakaian serba hitam itu kini telah menghilang entah kemana. Hujan telah reda, tapi hati ini mulai menangis, menumpahkan segala sesal dalam diam dan mematung. "Hhh...." aku hanya bisa menghela nafas dalam keputusasaan yang mendalam.
Aku terus berpikir, apa selama ini dia merasa kalau aku mencampakkannya dan telah membuatnya sakit dengan sikapku yang aku sendiri tak tahu apa salahku ? Bingung. Aku harus bagaimana menyikapinya ? Lantas aku pun berjalan lunglai menuju apartemen bobrokku di pojok jalan beraspal hitam ini. Sehitam awan kecilku sekarang, senada dengan pakaian dan warna favorit Urayku. Aku pun tersenyum getir melihat ironi ini.
bersambung....
tulisa ini aku buat hitam di atas putih sekitar tahun 2009, saat aku duduk di bangku kelas 2 SMA. silahkan comment.. n_n
BalasHapus